14 Maret, 2010

Doa Untuk Persib

Hari ini Persib merayakan ulang tahun yang ke-77. Sudah tua juga ya ternyata klub sepak bola satu ini. Di bawah ini adalah beberapa doa dan harapan buat Persib dari salah satu fans nya:

1. Mudah-mudahan Persib punya stadion sendiri. Bukan stadion yang punya pemkot atau pemkab Bandung, tapi punya Persib sebagai entiti sendiri. Supaya ga bingung mau kalau mau main di mana kalau mau main kandang.

2. Persib punya sistem penjualan tiket yang lebih rapih lagi. Apalagi punya sistem tiket musiman.

3. Persib punya akademi buat pemain muda.

4. Persib lebih berprestasi dan nambah bintangnya di atas logo di dada jerseynya.

5. Mudah-mudahan setelah kontrak hak siar dengan ANTV habis 9 tahun ke depan, hak siar pertandingan Persib bisa dimiliki oleh Persib sendiri.

6. Persib punya tim scouting yang solid dan tidak hanya mengandalkan pemain asing yang diobral agen.

7. Bobotoh semakin dewasa dan mandiri.

AMIN!

Sent from The Theatre of Dreams

11 Maret, 2010

Hari Baik Buat Sepak Bola Menyerang

Hari ini saya dibuat tercengang dan kagum oleh keputusan berani, mungkin bisa juga dibilang perjudian, dari seorang Jaya Hartono. Ia memasukan 4 strikernya untuk mengejar defisit gol.

Persib dikejutkan oleh gol cepat di menit awal oleh sang tamu Bontang FC. Kenji, striker BFC asal Jepang, menghukum Persib atas blunder yang dibuat Maman.

Tekanan terus dilakukan oleh pasukan Maung Bandung. Bahkan menjelang akhir babak pertama Jaya Hartono merubah formasi baku 3-5-2 menjadi 3-4-3 dengan menarik Gilang Angga Kusuma dan memasukan Si Piton, Budi Sudarsono. Namun apa daya gol belum kunjung datang sampai dengan wasit Armando Pribadi asal Jakarta meniup peluit tanda waktu istirahat.

Kejutan terjadi di babak kedua pada saat ketegangan semakin memuncak kala anak-anak BFC berhasil membuat Persib terlhat frustasi. Jaya kembali melakukan pergantian pemain dan yang sangat mencengangkan adalah ia menarik Maman Abdurahman yang notabene seorang center back dengan Airlangga Sucipto seorang striker. Ini berarti Jaya kembali berjudi dengan memainkan pola 2-4-4. Sungguh langkah yang sangat berani dan jarang diperlihatkan oleh pelatih-pelatih lain sekelasnya di Liga Nasional.

Perjudian Jaya akhirnya mendapatkan imbalan dengan datangnya gol penyeimbang dari Christian 'El Loco' Gonzales melalui sebuah sundulan dari set piece tendangan pojok yang dikirimkan dengan tepat oleh Eka 'Ebol' Ramdhani pada menit 74. Pertandingan semakin menarik dan terbuka. Akhirnya layaknya seorang yang baru mendapatkan jackpot di Las Vegas, Jaya melompat kegirangan pada saat Hilton Moriera berhasil mencetak gol kemenangan dengan memanfaatkan kemelut di depan gawang BFC pada menit 83.

Duel Persib kontra Bontang FC sore hari ini memberikan hembusan nafas segar bagi persepakbolaan nasional. Tanpa bermaksud membesar-besarkan secara berlebihan. Namun saya salut akan pendekatan Jaya dalam menganalisa dan akhirnya menyikapi keadaan dengan keluar menyerang. Persib butuh kemenangan untuk bisa tetap menjaga kans menjadi juara. Jadi tidak ada bedanya kalah 1-0 dengan 5-0. Kalau mau balas mencetak gol dan menang ya harus menyerang. It's that simple.

Hari ini benar-benar hari baik buat sepak bola menyerang! (JS)

Sent from The Theatre of Dreams

09 Maret, 2010

Apa Kabar Irfan Bachdim?

Di awal tahun 2010 lalu beberapa media massa nasional ramai membicarakan seorang anak muda kelahiran Belanda berdarah Indonesia yang kembali ke Indonesia untuk mencoba peruntungannya di kancah sepak bola Nasional. Ia adalah Irfan Bachdim satu dari sedikit anak muda Indonesia yang mempunyai peruntungan berbeda dengan rata-rata anak muda Indonesia seumurannya. Ia pernah miencicipi liga utama Belanda memperkuat FC Utrecht.

Entah mengapa Irfan akhirnya memilih untuk hijrah ke Tanah Air dan melakukan uji coba di Persib Bandung dan Persija Jakarta. Namun alasan untuk bisa lebih dekat dengan keluarga terlontar dari mulutnya kala dibombardir para pemburu berita mengenai alasannya kembali ke Indonesia.

Apapun alasan Irfan bukan itu sebenarnya yang membuat saya tergelitik untuk kembali corat-coret di atas keyboard. Secara mengejutkan dua pelatih papan atas Liga Indonesia, Jaya Hartono dan Benny Dollo, menolak mentah-mentah untuk merekrut Irfan. Alasan klasik kembali menjadi dalih kedua pelatih tersebut, tim mereka kebutuhannya adalah pemain yang sudah jadi. Bahkan menarik untuk ditelaah lebih jauh komentar dari Jaya Hartono yang mengakui teknik dasar Irfan sangat baik, skill individu mumpuni, kemampuan kontrol bola di atas rata-rata namun Irfan dinilai butuh beradaptasi lagi dengan kerasnya atmosfir Liga Indonesia. Dengan kata lain mungkin Jaya melihat fisik Irfan yang kurang lebih sama tinggi dengan Eka Ramdhani tidak akan kuat beradu dengan bek tangguh sekelas OK John dari Persik Kediri atau Pierre Njanka dari Arema Indonesia. Setali tiga uang dengan Jaya, Bendol pun tidak begitu terkesan kepada potensi yang ditawarkan oleh Irfan.

Mungkin kebanyakan publik sepak bola di Indonesia dapat menerima alasan kedua pelatih papan atas Liga Indonesia tersebut. Nama Irfan seakan menguap tak lama setelah kedua tim penghuni Liga Super Indonesia tersebut menutup pintu mereka untuknya. Hal ini justru semakin membuat saya bertanya-tanya. Sebenarnya bijaksanakah pilihan yang diambil oleh Jaya dan Bendol? Atau sebaiknya pola pikir yang hanya mengedepankan pencapaian instan ini mulai dirombak?

Kalau mau berandai-andai dan berkhayal menjadi Jaya atau Bendol saya akan merekrut Irfan. Kenapa? Teknik dasar, skill individu, kontrol bola yang mumpuni menjadi alasan pertama. Alasan berikutnya adalah dengan usia Irfan yang masih sangat muda berarti ia masih punya ruang banyak untuk berkembang. Memang kemungkinan besar Irfan tidak akan langsung memberikan dampak instan kepada tim. Namun itu justru poinnya. Sudah saatnya kita melupakan keinginan untuk menuai hasil instan. Biarkan Irfan bersatu dan melebur dengan tim dan beradaptasi. Waktu akan membuat semuanya menjadi mendekati kesempurnaan.

Mungkin Jaya dan Bendol tidak sepenuhnya salah dalam hal ini. Kalau mau adil kedua pelatih itu hanya punya waktu yang sangat pendek untuk bisa dapat membuktikan diri. Mereka dikontrak dengan durasi jangka pendek. Tidak seperti pelatih-pelatih top Eropa yang mempunyai waktu untuk dapat merekrut dan memupuk pemain-pemain muda binaan mereka.

Ternyata semuanya bermuara kepada budaya instan di dunia sepak bola Indonesia. Pelatih dan pemain tidak diberikan waktu yang cukup untuk tumbuh dan berkembang. Hanya sedikit dari mereka yang mempunya kemewahan waktu lebih panjang. Kebiasaan klub untuk mengontrak pemain dengan durasi pendek menurut saya benar-benar memasung dan membuat mentalitas tidak sehat.

Sistem sepak bola Indonesia harus segera berubah. Sepak bola Indonesia membutuhkan talenta-talenta anak muda seperti Irfan Bachdim. (JS)

Sent from The Theatre of Dreams

08 Maret, 2010

Kala Seorang Fans Resah

Sudah biasa kalau seorang fans resah karena tim pujaannya sedang tidak tampil dalam performa terbaiknya dan mengalami kekalahan beruntun. Tapi itu bukan yang sedang terjadi pada diri saya. Keresahan yang sedang saya alami jauh lebih besar dari keresahan saya terhadap tim nasional Indonesia yang nampaknya lebih hobi gonta-ganti pelatih daripada mengevaluasi ketua umumnya atau keresahan saya terhadap seorang pengadil lapangan dicokok polisi setelah meniup peluit panjang di atas lapangan hijau atas kecurigaan menerima suap.

Keresahan ini muncul dan menguat karena ketidak berdayaan saya sebagai seorang fans. Saya merasa tak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat keresahan saya reda. Sebagai seorang fans yang saya tahu kewajibannya adalah memberikan dukungan terhadap tim yang saya dukung. Betapa bertambah keresahan saya ketika tahu tim sepak bola yang saya dukung tidak tahu di mana mereka akan menggelar pertandingan kandang karena stadion yang biasa mereka gunakan harus direnovasi. Jangan mimpi untuk bisa seperti fans di Eropa yang bisa membeli tiket terusan satu musim untuk dapat memberikan dukungan riil kepada tim kesayangan mereka. Untuk dapat membeli jersey replika yang orisinil saja susahnya minta ampun karena ternyata klub tidak punya took resmi. Mungkin saya masih beruntung karena saya masih bisa mengikuti perkembangan tim kesayangan saya melalui dunia maya. Sesekali kalau saya sedang beruntung dapat tiket, saya bisa bisa menyaksikan langsung di stadion dengan mengenakan jersey yang sudah tidak up to date lagi.

Sebegitu sulitkah menjadi fans di negeri ini? Saya yakin kalau banyak fans di luar sana yang merasakan hal yang serupa dengan saya. Fans-fans yang mempunyai energi berlebih dan sedikit materi yang rela kami korbankan untuk dapat menjadi sumbangsih untuk tim kesayangan kami. Sayang sekali apabila potensi-potensi seperti kami ini terus menerus tak terjawab keresahannya. Bukan tidak mungkin kami lama-lama jengah dan berpaling. Sampai dengan saat ini saya masih belum patah arang untuk mencari obat buat pereda keresahan ini. Bagai seoarang pecandu narkoba saya mengais-ngais setiap informasimengenai klub kesayangan saya melalu media apa saja untuk memuaskan dahaga. Salah satu pelepasan yang bias saya lakukan adalah dengan corat-coret iseng di di atas keyboard ini.

Kalau saja tiket terusan tahunan tersedia dan dapat di beli dengan mudah melalui online, klub mempunyai toko resmi tempat membeli jersey replika resmi dan banyak lagi fasilitas lainnya bagi fans tersedia dengan akses yang mudah. Kami fans yang resah ini pasti rela menyisihkan uang kami untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas tersebut. Apabila kontribusi kami itu langsung masuk mengalir ke kas klub, maka terjawablah keresahan kami. Pada saat itulah kami para fans dapat menyebut diri kami FANS! Fans yang memberikan kontribusi lebih dari sekedar teriakan atau nyanyian di lapangan. Bukan hanya sekelompok orang yang mendukung secara membabi buta tanpa tahu hakikat utama dari seorang fans.

Bukan maksud saya bahwa seseorang baru dapat menyebut dirinya seoarang fans sejati apabila mampu membeli tiket terusan satu musim atau mengenakan jersey replika orisinil dengan harga ratusan ribu. Mari kita telaah dan resapi tulisan ini lebih jauh lagi. Saya ingin mengajak klub untuk sadar bahwa ada potensi besar terbentang di depan mata yang belum digarap. Begitu pula kepada para teman-teman sesama fans untuk membuka mata hati untuk kembali bertanya kepada diri sendiri apa yang sudah kalian berikan kepada klub anda. Jangan terus menghebuskan nada-nada permusuhan di stadion dengan nyanyian rasis atau indoktrinasi murahan untuk membenci secara membabi buta kelompok fans lain.

Berikan sumbangsih secara nyata kepada klub kesayangan kita masing-masing dan berbanggalah karena kita adalah fans sejati! (JS)

Sent from The Theatre of Dreams